Jumat, 24 Januari 2020

PENGETAHUAN PEMAHAMAN MASYARAKAT TENTANG DEWAN SYARIAH NASIONAL STUDI KASUS KELURAHAN BETUNGAN KOTA BENGKULU DISUSUN OLEH : Riska Lustiana (1711130024) DOSEN PEMBIMBING : DESI ISNAINI, MA PRODI EKONOMI SYARIAH FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI BENGKULU TAHUN 2019 LATAR BELAKANG Perkembangan perbankan syariah di Indonesia sangat progresif dan signifikan. Dari tahun ke tahun, pertumbuhan bank syariah di Indonesia mengalami peningkatan yang tinggi. Pada tahun 2018, tercatat sudah ada 13 bank umum syariah, dan 22 bank umum yg membuka Unit Usaha Syariah (UUS), dan 168 bank Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS), sehingga total jaringan kantor perbankan syariah mencapai 2.881 kantor dengan total asset sebesar 423.944 Triliun Rupiah. Menjamurnya perbankan syariah di Indonesia tidak terlepas dari payung hukum berupa peraturan perundang-undangan dan peraturan pemerintah yang mendukung dan memberikan kepastian hukum terhadap beroperasinya perbankan syariah. Hal itu dapat dilihat dengan diundangkannya Undang-undang No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah yang secara tegas memberikan payung hukum dan pengakuan akan eksistensi perbankan syariah di Indonesia. Kehadiran perbankan syariah juga memiliki andil yang signifikan dalam menanggulangi tingkat pengangguran terbuka di Indonesia dengan merekrut ribuan sarjana dari berbagai disiplin ilmu. Pesatnya perkembangan bank syariah tidak disertai dengan kompetensi sumber daya manusianya. Data hasil penelitian menunjukkan bahwa kebutuhan lembaga keuangan syariah, baik perbankan syariah, asuransi syariah, bank perkreditan rakyat syariah, BMT, dan reksadana syariah terhadap sumber daya manusia yang memahami aspek-aspek ekonomi syariah dan hukum ekonomi syariah masih cukup tinggi. Salah satu sumber daya manusia yang sangat urgen dibutuhkan oleh perbankan syariah adalah Dewan Pengawas Syariah (DPS). Lembaga ini yang mengawasi dan menjustifikasi akad dan produk perbankan syariah agar sesuai dengan prinsip prinsip syariah sebagaimana yang diamanahkan oleh peraturan pemerintah dan fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN) Majelis Ulama Indonesia. Secara formal-yuridis, kehadiran DPS sangat dibutuhkan oleh perbankan syariah, namun secara faktual-empiris kehadiran DPS pada perbankan syariah kurang legitimed, rekomendasi-rekomendasi yang dihasilkan seringkali kurang diperhatikan oleh penentu kebijakan pada perbankan syariah. Agar Lembaga Keuangan Syariah (LKS) berjalan sesuai dengan kaidah Islam maka MUI mengeluarkan peraturan bahwa Lembaga Keuangan Syariah (LKS) harus di awasi oleh DPS (Dewan Pengawas Syariah). Berdasarkan Surat Keputusan DSN No. 3 tahun 2000, dijelaskan bahwa Dewan Pengawas Syariah (DPS) adalah bagian dari Lembaga Keuangan Syariah (LKS) yang bersangkutan, dimana penempatannya atas persetujuan DSN. Fungsi dan peranan DPS pada bank syariah, memiliki hubungan yang kuat dengan pengurusan risiko perbankan syariah, yakni risiko reputasi yang selanjutnya memberi kesan pada risiko lain, seperti risiko likuiditas. Kegiatan perbankan syariah harus menerapkan prinsip-prinsip syariah dalam transaksi ekonomi dan selain dari hal-hal yang dilarang oleh Islam seperti riba, judi, spekulasi dan lain-lain. Setiap kontrak dalam kegiatan bisnis, terutama kontrak-kontrak pengumpulan dan distribusi dana pada Saat ini telah diatur dalam PBI No. 7/46/PBI/2005 tentang Akad Pengumpulan dan Pembayaran untuk Menjalankan Usaha Bank Berdasarkan Prinsip Syariah. Adapun studi kasus ini bertujuan untuk mengetahui pemahaman dan pengetahuan masyarakat tentang Dewan Pengawas Syariah (DPS) di sekitar kelurahan Betungan kecamatan Selebar kota Bengkulu. PEMBAHASAN Pengertian Dewan Pengawas Syariah Dalam kamus bahasa Indonesia kata “dewan” adalah badan yang terdiri dari beberapa orang yang perkerjaannya memutuskan sesuatu dengan jalan berunding, pengawas berasal dari kata awas yang berarti pengawas. Sedangkan “syariah” adalah komponen ajaran Islam yang mengatur tentang kehidupan seorang muslim baik dari bidang ibadah (habluminallah) maupun dalam bidang muamalah (hablumminannas) yang merupakan aktualisasi akidah yang menjadi keyakinannya. Sementara muamalah sendiri meliputi berbagai bidang kehidupan antara lain yang menyangkut ekonomi atau harta dan perniagaan disebut muamalah maliyah. Dewan pengawas syariah adalah suatu badan yang bertugas mengawasi pelaksanaan keputusan DSN di lembaga keuangan syariah. DPS diangkat dan diberhentikan di lembaga keuangan syariah melalui RUPS setelah mendapat rekomendasi dari DSN. Dewan Pengawas Syariah atau yang lebih dikenal sebagai DPS merupakan badan yang ada di lembaga keuangan syariah dan bertugas mengawasi pelaksanaan keputusan Dewan Syariah Nasional di lembaga keuangan syariah. Dewan Pengawas Syariah ini berkedudukan di bawah Rapat Umum Pengawas Syariah atau sejajar dengan Dewan Komisaris di dalam struktur suatu Bank Syariah atau lembaga keuangan syariah. Tugas utama Dewan Pengawas Syariah adalah mengawasi kegiatan usaha lembaga keuangan syari`ah agar sesuai dengan ketentuan dan prinsip syari`ah yang telah difatwakan oleh Dewan Syariah Nasional. Fungsi utama Dewan Pengawas Syariah adalah sebagai penasehat dan pemberi saran kepada direksi, pimpinan unit usaha syari`ah dan pimpinan kantor cabang syari`ah mengenai hal-hal yang terkait dengan aspek syari`ah dan sebagai mediator antara lembaga keuangan syariah dengan Dewan Syariah Nasional dalam mengkomunikasikan usul dan saran pengembangan produk dan jasa dari lembaga keuangan syariah yang memerlukan kajian dan fatwa dari Dewan Syariah Nasional. Posisi Dewan Pengawas Syariah adalah wakil Dewan Syariah Nasional dalam mengawasi pelaksanaan fatwa-fatwa Dewan Syariah Nasional di lembaga keuangan syariah yang bersangkutan. Didunia perbankan atau lembaga-lembaga keuangan lainnya yang membedakan antara lembaga keuangan syariah dan lembaga keuangan konvensional adalah adanya kepastian pelaksanaan prinsip-prinsip syariah dalam operasionalnya. Untuk menjamin operasi lembaga keuangan syariah tidak menyimpang dari tuntunan syariat, maka pada setiap lembaga Islam hanya diangkat manager dan pimpinan lembaga yang sedikit banyak menguasai prinsip muamalah Islam. Selain dari pada itu di lembaga ini dibentuk Dewan Pengawas Syariah yang bertugas mengawasi operasional bank atau lembaga keuangan dari sudut syariahnya. Menurut UU No. 21 Tahun 2008 tentang perbankan syariah atau lembaga keuangan syariah, setiap bank Islam atau lembaga keuangan Islam di indonesia, Bank Umum Syariah (BUS) maupun Unit Usaha Syariah (UUS), wajib membentuk Dewan Pengawas Syariah, yang secara umum bertugas untuk memberikan nasihat serta saran kepada direksi serta mengawasi kegiatan bank agar tidak melenceng dari prinsip syariah. Sejarah Pembentukan Dewan Pengawas Syariah Sekitar tahun 1999-an perhatian umat Islam di indonesia terhadap ajaran ekonomi yang berdasarkan syariah mulai tumbuhdan berkembang. Melihat kenyatan seperti itu MUI bersama instusi lain, terutama bank indonesia, memberikan respon positif dan bersifat proaktif. Salah satu hasilnya adalah kelahiran bank Muamalat indonesia 1992 sebagai bank yang pertama di indonesia yang berbasiskan syariah dalam kegiatan transaksinya. Kelahiran bank syariah diikuti dengan bank-bank lain, baik yang bentuk full branch maupun yang hanya berbentuk divisi atau unit usaha syariah. Tak ketinggalan lembaga keuangan lainnya seperti asuransi syariah takaful, dhompet dhuafa, BPRS, BMT yang terus bermunculan. Untuk lebih meningkatkan khidmah dan memenuhi harapan umat yang semakin besar. MUI pada fabruari 1999 telah membentuk DSN. Lembga ini yang beranggotakan para ahli hukum Islam (fuqaha’) serta ahli dan prktisi ekonomi, terutama sektor keuangan, baik bank maupun non-bank, berfungsi untuk melaksanakan tugas-tugas MUI dalam mendorong dan memajukan ekonomi umat. Dalam upaya memurnikan pelayanan instistusi keuangan syariah agar benar-benar sejalan dengan ketentuan syariah Islam maka, dibentuklah dewan pengawas syariah. Yang mana keberadaan dewan pengawas syariah mutlak diperlukan. DPS merupakan lembaga kunci yang menjamin bahwa kegiatan opersional institusi keuangan syariah sesui dengan prinsi-prinsip syariah. Merajuk pada surat keputusan dewan syariah nasional No.3 tahun 2000, dewan pengawas syariah adalah bagian dari lembaga keuangan syariah yang bersangkutan, dan penempatannya atas persetujuan dewan syariah nasional (DSN). Keberadaan dewan syaraih nasional (DSN) dan dewan pengawas syariah (DPS) yang dijamin oleh undang-undang Nomor 10 tahun 1998 tentang perubahan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang perbankan masih harus dilengkapi dengan petunjuk pelaksanaan (JUKLAK) dan petunjuk Teknis (JUKNIS). Hal ini dianggap penting agar para anggota dewan pengawas syariah yang ditempatkan di lembaga keuangan syariah dapat berkerja dengan lebih efektif dan efisien, sehingga jalannya perusahaan dapat secara murni sesuai dengan prinsip syariah. Dasar Hukum Dewan Pengawas Syariah. Dasar hukum menurut Peraturan Bank Indonesia: Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 6/17/PBI/2004 tanggal 1 Juli 2004 tentang Perkreditan Rakyat berdasarkan Prinsip Syariah. Peraturan Bank Indonesia No.6/24/PBI/2004 tanggal 14 Oktober tentang Bank Umum yang melaksanakan kegiatan usaha yang berdasarkan Prinsip Syariah yang lalu di ubah dengan Peraturan Bank Indonesia No.7/35/PBI/2005 tanggal 29 September 2005 tentang Bank Umum yang melaksanakan kegiatan usaha yang berdasarkan Prinsip Syariah. Peraturan Bank Indonesia No.8/3/PBI/2006 tanggal 30 Januari tentang perubahan kegiatan usaha Bank Umum Konvensional menjadi Bank Umum yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan Prinsip Syariah dan Pembukaan Kantor Bank yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan Prinsip Syariah oleh Bank Umum Konvensional. Semua Peraturan Bank Indonesia (PBI) tersebut mewajibkan setiap Bank Syariah harus memiliki Dewan Pengawasan Syariah (DPS). Undang-Undang No 21 Tahun 2008 Pasal 32 menyebutkan : Dewan Pengawas Syariah wajib dibentuk di Bank Syariah dan Bank Umum Konvensional yang memiliki UUS. Dewan Pengawas Syariah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)diangkat oleh Rapat Umum Pemegang Saham atas rekomendasi Majelis Ulama Indonesia. Dewan Pengawas Syariah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)bertugas memberikan nasihat dan saran kepada direksi serta mengawasi kegiatan Bank agar sesuai dengan Prinsip Syariah. Ketentuan lebih lanjut mengenai pembentukan Dewan Pengawas Syariah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Bank Indonesia. Tugas dan Fungsi Dewan Pengawas Syariah Dewan pengawas syariah bertugas mengawasi operasional bank dan produk-produknya agar tidak menyimpang dari garis syariah. Mengenai tugas, wewenang, dan tanggung jawab DPS tersebut menurut ketentuan pasal 27 PBI No. 6/24/PBI/2004 peraturan bank indonesia adalah sebagai berikut : Memastikan dan mengawasi kesesuaian kegiatan operasional bank terhadap fatwa yang dikeluarkan oleh DSN . Menilai aspek syariah terhadap pedoman operasional, dan produk yang dikeluarkan bank. Memberikan opini dari aspek syariah terhadap pelaksanaan operasional bank secara keseluruhan dan laporan publikasi bank. Menyampaikan laporan hasil pengawasan syariah sekurang-kurangnya setiap 6 (enam) bulan kedepan direksi, komasaris, Dewan syariah nasional dan bank indonesia. Fungsi utama dewan pengawas syariah adalah : Sebagai penesehat dan pemberi saran kepada direksi, pimpinan unit usaha syariah, dan pimpinan kantor cabang syariah mengenai hal-hal yang terkait dengan aspek syariah. Sebagai mediator antara lembaga keuangan syariah dengan dewan syariah nasional dalam mengomunikasikan usul dan saran pengembangan produk dan jasa dari lembaga keuangan syariah yang memerlukan kajian dan fatwa dari dewan syariah nasional (DSN). DPS melakukan pengawasan secara periodic pada lembaga keuangan syariah yang berada di bawah pengawasannya. DPS berkewajiban mengajukan usul-usul pengembangan lembaga keuangan syariah kepada pimpinan lembaga yang bersangkutan dan kepada DSN. DPS merumuskan permasalahan-permasalahan yang memerlukan pembahasan DSN. Hasil untuk studi kasus tentang pengetahuan dan pemahaman masyarakat terhadap Dewan Pengawas Syariah Nasional (DPS) yang dilakukan di Kelurahan Betungan Kecamatan Selebar Kota Bengkulu. Hasil yang didapatkan dari studi kasus yang dilakukan di Kelurahan Betungan Kecamatan Selebar Kota Bengkulu, berupa wawancara singkat yang dilakukan penulis terhadap beberapa narasumber yang bermukim di RT 17 dan RT 18. Hasil yang didapatkan adalah sebagai berikut: Bagaimana pemahaman anda tentang Dewan Pengawas Syariah? Apa yang anda ketahui? Berdasarkan wawancara yang dilakukan salah satu narasumber yaitu Bapak Erwin menyatakan bahwa Dewan Pengawas Syariah merupakan dewan yang bertugas mengawasi, mengembangkan, serta memberikan saran atau solusi terhadap permasalahan yang di alami oleh berbagai lembaga keuangan syari’ah seperti Perbankan syariah dan BMT serta membantu lembaga keuangan tersebut mencapai tujuannya yang sesuai dengan prinsip islam. Adakah yang bapak atau ibu ketahui tentang peran Dewan Pengawas Syariah? Pentingkah DPS pada saat ini? Menurut narasumber yaitu Bapak Erwin, ia mengatakan peran Dewan Pengawas Syariah itu sangat penting apalagi pada saat ini, karena banyak kasus lembaga-lembaga keuangan yang curang bahkan melenceng dari syariatnya sebagai lembaga keuangan islam. Sedangkan ibu Reni menyetujui jawaban yang disampaikan oleh Bapak Erwin. Dalam melakukan pengawasannya apakah setiap anggota Dewan Pengawas Syariah harus memiliki kualifikasi keilmuan? Apakah anda mengetahui apa saja kualifikasi keilmuan itu? Dari pertanyaan tersebut Diana selaku narasumber menjawab ada beberapa kualifikasi salah satunya adalah DPS harus menguasai ilmu fiqh muamalah dan ilmu ekonomi keuangan Islam modern. Sedangkan 3 orang lainya menyatakan tidak mengetahui tentang apa saja kualifikasi tersebut. Menurut anda adakah kesalahan yang dilakukan Dewan Pengawas Syariah sehingga peran dan fungsinya tidak berjalan dengan baik? Ibu Mayang memberikan tanggapan Kesalahan besar saat ini adalah pengangkatan DPS hanya dilihat dari kharisma dan kepopulerannya di tengah masyarakat, bukan karena keilmuannya di bidang ekonomi dan perbankan syari’ah. Masih banyak anggota DPS yang belum mengerti tentang teknis perbankan dan LKS, apalagi ilmu ekonomi keuangan Islam, seperti akuntansi, akibatnya pengawasan dan peran-peran strategis lainnya sangat tidak optimal. Lalu apakah akibat yang ditimbulkan dari kesalahan tersebut? Diana menjawab tentu karena pengangkatan DPS bukan didasarkan pada keilmuannya, maka sudah bisa dipastikan, fungsi pengawasan DPS tidak optimal, akibatnya penyimpangan dan praktek syariah menjadi hal yang mungkin dan sering terjadi. Apakah itu artinya tugas Dewan Pengawas Syariah cukup sulit? Narasumber selanjutnya (Siska) menyatakan bahwa tugas dari Dewan Pengawas Syariah pastilah sangat berat, karena memang tidak mudah menjadi lembaga yang harus mengawasi dan bersifat menjamin operasi sebuah entitas bisnis dalam kontek yang amat luas dan komplek yang secara umum memasuki ranah-ranah khilafiyah. Karena menyangkut urusan-urusan muamalah dimana ruang interprestasinya sangat lah luas. Bagaimana menurut anda peran dan funsi DPS yang ada di kota Bengkulu, apakah sudah dilakukan dengan baik dan sesuai dengan prinsipnya? Leza dan Diana selaku narasumber menyatakan tidak terlalu mengetahui tentang bagaimana kesesuaian DPS dengan prinsip syariah apakah sudah dilakukan dengan 100% atau belum. (NOTE : Bapak Erwin merupakan karyawan BRIS cabang Tanah Patah kota Bengkulu dan merupakan alumni dari UIN Palembang sedangkan Siska, Leza dan Diana merupakan mahasiswa IAIN Bengkulu dan narasumber lainnya adalah penduduk biasa seperti ibu rumah tangga dan pedagang yang ada di Kelurahan Betungan RT 17 dan RT 18.) KESIMPULAN Dari hasil studi kasus di Kelurahan Betungan Kecamatan Selebar Kota Bengkulu tepatnya di RT 17 dan RT 18 dapat disimpulkan bahwa pemahaman dan pengetahuan masyarakat tentang Dewan Pengawas Syariah disimpulkan sebagai berikut: Masyarakat di Kelurahan Betungan Kecamatan Selebar Kota Bengkulu baru sebagian yang mengetahui tentang apa dan bagaimana Dewan Pengawas Syariah tersebut. Menurut salah satu narasumber Dewan Pengawas Syariah adalah Dewan yang bertugas mengawasi, mengembangkan, serta memberikan saran atau solusi terhadap permasalahan yang di alami oleh berbagai lembaga keuangan syari’ah seperti Perbankan syariah dan BMT serta membantu lembaga keuangan tersebut mencapai tujuannya yang sesuai dengan prinsip islam. Beberapa narasumber tidak mengetahui apakah ada kualifikasi yang harus dimiliki Dewan Pengawas Syari’ah padahal saat ini menurut salah satu narasumber kualifikasi sangatlah penting karena jika pengangkatan DPS bukan didasarkan pada keilmuannya, maka sudah bisa dipastikan, fungsi pengawasan DPS tidak optimal, akibatnya penyimpangan dan praktek syariah menjadi hal yang mungkin dan sering terjadi. Narasumber menyatakan pada saat ini peranan Dewan Pengawas Syari’ah pada lembaga keuangan syariah sangat penting untuk menghindari kerugian masyarakat karena lembaga keuangan tersebut melenceng atau tidak berdasarkan aturan prinsip syari’ah. Demikianlah hasil yang dapat disimpulkan oleh penulis tentang pemahaman dan pengetahuan masyarakat terhadap Dewan Pengawas Syariah (DPS) dari studi kasus yang dilakukan di Kelurahan Betungan Kecamatan Selebar Kota Bengkulu. REFERENSI Rahman Ambo Masse.Dewan Pengawas Syariah Dan Profesionalisme Sumber Daya Manusia.2018. vol.16. https://ejurnal.stainparepare.ac.id Bagya Agung Prabowo dan Jasri Bin Jamal. Peranan Dewan Pengawas Syariah terhadap Praktik Kepatuhan Syariah dalam Perbankan Syariah di Indonesia.2017. vol.1. https://media.teliti.com Ifham Sholihin, Amad. 2010. Pedoman umum lembaga keuangan syariah. Jakarta: Pt. Gramedia. Soemitra, Andri. 2010. Bank dan lembaga keuangan syariah. Jakarta: Kencana. Dewi, Gemala. 2010. Aspek-aspek Hukum Dalam Perbankan Dan Peransuransian Syariah di Indonesia. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.